yang satu pergi
saat yang lain memberi
pergi, bukannya tidak peduli
hanya takut, ketakutan yang tak terdefinisi
tapi yang lain itu, dia tidak mengerti
yang satu ini, terus mengutuki bila yang lain datang menghampirinya
tapi bila yang lain itu tidak datang, semakin menjadi saja dia mengutuki.
anomali
pergi, saat dihampiri. mencari, saat ditinggali. tapi tetap pergi, ketika yang lain itu datang lagi.
anomali.
yang lain itu, dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. lalu pergi, berpaling. sebagaimana memang sepantasnya terjadi.
tapi yang satu ini, ternyata dia hancur. ditinggalkan oleh yang telah ia kesampingkan. menyesal? entah.
untuk yang satu ini, dia seharusnya belajar, belajar membaca hatinya sendiri. membedakan mana yang memang harus ditinggalkan, atau hanyalah ketakutan tak berarti yang harus dihadapi.
saat yang lain memberi
pergi, bukannya tidak peduli
hanya takut, ketakutan yang tak terdefinisi
tapi yang lain itu, dia tidak mengerti
yang satu ini, terus mengutuki bila yang lain datang menghampirinya
tapi bila yang lain itu tidak datang, semakin menjadi saja dia mengutuki.
anomali
pergi, saat dihampiri. mencari, saat ditinggali. tapi tetap pergi, ketika yang lain itu datang lagi.
anomali.
yang lain itu, dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. lalu pergi, berpaling. sebagaimana memang sepantasnya terjadi.
tapi yang satu ini, ternyata dia hancur. ditinggalkan oleh yang telah ia kesampingkan. menyesal? entah.
untuk yang satu ini, dia seharusnya belajar, belajar membaca hatinya sendiri. membedakan mana yang memang harus ditinggalkan, atau hanyalah ketakutan tak berarti yang harus dihadapi.
Komentar
Posting Komentar